Baca puisi menjadi ikhtiar menghadirkan puisi ke haribaan publik dengan jalan pelisanan. Berbagai event kesusasteraan atau kesenian kerap memberi ruang dan peluang bagi perayaan baca puisi, di samping festivalfestival baca puisi yang di gelar institusi-institusi kebudayaan.
Dinamika baca puisi kini pun mengalami rupa-rupa bentuk seperti deklamasi, musikalisasi puisi, penembangan puisi (poetry singing),atau pembacaan puisi (poetry reading). Sebagian kalangan menggelar baca puisi sebagai kerja apresiasi sastra.Kalangan lain menerima baca puisi sebagai bentuk seni otonom atau pentas tersendiri. Baca puisi menghadirkan suatu estetika kebunyian yang dipadu unsur teatrikal yang tidak teraba secara nyata dalam teks puisi.
Laju bahasa dalam teks puisi dimutasikan menjadi objek bunyi konkret yang sarat imbangan intonasi, aksentuasi, ritme, irama, jeda, ornamen musikal, unsur teatrikal, dan sebagainya. Peristiwa baca puisi menghadirkan keserentakan teks puisi dengan gerak tubuh yang menandakan keseluruhan penghayatan si pembaca atas karya yang dibacakannya.
Lapis-lapis puisi yang ditubuhkan penyair di dalam jaringan diksi (teks) puisi harus ditemukan dan dinyawakan oleh aktor atau pembaca puisi.Kerja ini meniatkan agar lapis-lapis nilai puitik itu menjadi “makhluk” hidup audiovisual yang dapat dicerapkan dengan jernih dan rancak bersehayat dengan penonton atau pendengar.
Budaya Akar
Baca puisi ditengarai sebagai budaya akar pentas sastra Nusantara yang berkembang secara oral. Keberhasilan WS Rendra, pada dekade awal 1970-an, mengangkat keajekan seni deklamasi puisi menjadi pementasan yang sangat memperhitungkan unsur acting,set panggung,dan lighting, mengabarkan kebangkitan tradisi akar sastra Nusantara yang berciri pada pelakonan.
Yakni tradisi sastra yang bukan membaca teks (untuk) seorang diri, melainkan melisankannya di hadapan publik penonton atau pendengar. Kebangkitan pelisanan-pementasan puisi pada dekade 1970- an juga dapat ditilik dari geliat pembacaan puisi oleh para penyair seperti Sutardji Calzoum Bachri, Emha Ainun Nadjib, dan Linus Suryadi AG yang mendekatkan teks puisi kepada khalayak secara oral— yang ditubuhkan bersama elemen musikal dan teatrikal (Toda,2005: 93-95).
Daya pikat baca puisi menjadi alternatif strategis dalam rangka “memasarkan”puisi (lebih luasnya sastra) kepada publik. Sastra,yang dalam debatan klasik diklaim kurang membumi di masyarakat, melalui baca puisi coba didekatkan seintim mungkin dengan masyarakat agar menjadi bagian hidup— selain memenuhi kebutuhan kesenian,tak jarang puisi diangankan mampu menginspirasi proses transformasi atau perubahan sosial.
Pembacaan puisi di ruang-ruang publik atau sanggar-sanggar kesenian bisa dikatakan sebagai “gerakan” pemanggungan-pelisanan yang berjalan mengiringi gairah penerbitanbukusastra( puisi,kumpulan cerpen,roman,novel),dan menyemarakkan pelbagai perhelatan kesusasteraan. Launching atau bedah buku sastra,misalnya,kerap menyertakan agenda pembacaan atau musikalisasi puisi.Komunitaskomunitas yang bertumbuh kembangdipelbagaidaerahpun semakin meningkatkan intensitas baca puisi.
Dilema Keberaksaraan
Sapardi Djoko Damono dalam esainya,“Kelisanan dalam Keberaksaraan: Kasus Puisi Indonesia Mutakhir”, memandang kecenderungan pembacaan puisi sebagai bukti masyarakat ingin kembali ke kultur kelisanan atau bahkan menyiratkan bahwa kita belum pernah sepenuhnya masuk ke dalam tradisi keberaksaraan.
Sekaligus menimbulkan kecurigaan, proses kreatif penyair di Indonesia masih belum beranjak jauh dari tradisi lisan. Esai tersebut mengingatkan, pelisanan rawan menyeret puisi ke lingkaran konvensi yang lazim, menjebak puisi pada keumuman. Khalayak pendengar pelisanan puisi adalah orang yang hidup dalam tradisi urban dan industri.Masyarakat macam itu,menyitir penyair Inggris W B Yeats, digambarkan sebagai masyarakat “tanpa kenangan keindahan dan kehalusan emosional”.
MUSYAFAK Pengkaji Budaya dan Sastra di Open Mind Community, Semarang, berpendapat penyair tidak merasa perlu menawarkan kualitas artistik yang kompleks seperti lazim dipautkan dalam puisi. Justru penyair mengatur idenya sejalan dengan harapan pendengarnya.
Sabtu, 07 Januari 2012
My Future Profesion
Nama : Jullia Van Gobel
NPM : 20109496
Kelas : 3KB01
Ketika saya lulus S1 dengan title Sarjana Komputer nanti, saya ingin melanjutkan kuliah saya lagi, dengan meneruskan studi S2. Akan tetapi, bukan pada jurusan yang sama, saya akan mengambil jurusan Sistem Informasi, karena ilmu yang saya dapat di S1 jurusan Sistem Komputer ini, mencakup tentang perangkat keras pada komputer (Hardware), sedangkan ilmu yg di pelajari pada Sistem Informasi yaitu tentang perangkat lunak pada komputer (Software). Saya ingin sekali bisa menguasai kedua Ilmu pengetahuan tersebut, sehingga saya bisa mahir dalam Hardware maupun Software.
NPM : 20109496
Kelas : 3KB01
Ketika saya lulus S1 dengan title Sarjana Komputer nanti, saya ingin melanjutkan kuliah saya lagi, dengan meneruskan studi S2. Akan tetapi, bukan pada jurusan yang sama, saya akan mengambil jurusan Sistem Informasi, karena ilmu yang saya dapat di S1 jurusan Sistem Komputer ini, mencakup tentang perangkat keras pada komputer (Hardware), sedangkan ilmu yg di pelajari pada Sistem Informasi yaitu tentang perangkat lunak pada komputer (Software). Saya ingin sekali bisa menguasai kedua Ilmu pengetahuan tersebut, sehingga saya bisa mahir dalam Hardware maupun Software.
Rabu, 04 Januari 2012
Mitos Piramida Setua Giza
Beberapa orang meyakini telah ditemukan sebuah piramida di kawasan Gunung Lalakon, Bandung, Jawa-Barat dan Gunung Saduhurip, Garut, Jawa-Barat. Penemuan itu dikaitkan dengan penemuan Atlantis yang hilang di Nusantara.
Pada Maret 2011, sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) meminta izin untuk memeriksa tanah di Gunung Lalakon di Desa Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung. Warga lantas mendapat informasi bahwa mahasiswa ITB itu melakukan penggalian di atas gunung. Tanah yang digali berbentuk persegi panjang ukuran 7x10 meter dengan kedalaman 7 meter. "Saat saya tanya kenapa kok digali, mereka bilang katanya di bawah gunung ini ada piramida yang besarnya lebih besar dibandingkan di Mesir," tutur Ketua RW 15 Zakir. Ada 15 orang warga yang diupah untuk menggali dengan honor Rp 100 ribu per hari.
Menurutnya setelah penggalian pada Maret lalu, warga heboh dengan adanya isu ada piramida dan juga bongkahan emas. Namun kini isu itu telah mereda. Warga lebih banyak yang tidak percaya dengan isu itu. Warga lebih memilih penggalian dihentikan dan ditutup daripada terjadi longsor yang akan membahayakan lingkungan sekitar.
Sedangkan bangunan berbentuk piramida di Desa Sadahurip dekat Wanaraja Garut, Jawa Barat diungkapkan tim katastropik purba. Dari temuan itu, ada fakta yang cukup mengagetkan. Dari hasil penelitian intensif dan uji karbon dipastikan bahwa umur bangunan yang terpendam dalam gunung tersebut lebih tua dari Piramida Giza.
“Dari beberapa gunung yang di dalamnya ada bangunan menyerupai piramid, setelah diteliti secara intensif dan uji karbon dating, dipastikan umurnya lebih tua dari Piramida Giza,” terang Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief.
Baik piramida di Gunung Lalakon, Bandung, dan piramida di Desa Saduhurip, Garut, para peneliti arkeologi dan akademisi sepakat semua itu masih dugaan atau bahkan klaim sepihak. Masih banyak pembuktian yang harus ditempuh sebelum positif menyatakan itu piramida, apalagi dikatakan setua Giza yang dibangun jauh sebelum Masehi.
Pada Maret 2011, sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) meminta izin untuk memeriksa tanah di Gunung Lalakon di Desa Jelegong, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung. Warga lantas mendapat informasi bahwa mahasiswa ITB itu melakukan penggalian di atas gunung. Tanah yang digali berbentuk persegi panjang ukuran 7x10 meter dengan kedalaman 7 meter. "Saat saya tanya kenapa kok digali, mereka bilang katanya di bawah gunung ini ada piramida yang besarnya lebih besar dibandingkan di Mesir," tutur Ketua RW 15 Zakir. Ada 15 orang warga yang diupah untuk menggali dengan honor Rp 100 ribu per hari.
Menurutnya setelah penggalian pada Maret lalu, warga heboh dengan adanya isu ada piramida dan juga bongkahan emas. Namun kini isu itu telah mereda. Warga lebih banyak yang tidak percaya dengan isu itu. Warga lebih memilih penggalian dihentikan dan ditutup daripada terjadi longsor yang akan membahayakan lingkungan sekitar.
Sedangkan bangunan berbentuk piramida di Desa Sadahurip dekat Wanaraja Garut, Jawa Barat diungkapkan tim katastropik purba. Dari temuan itu, ada fakta yang cukup mengagetkan. Dari hasil penelitian intensif dan uji karbon dipastikan bahwa umur bangunan yang terpendam dalam gunung tersebut lebih tua dari Piramida Giza.
“Dari beberapa gunung yang di dalamnya ada bangunan menyerupai piramid, setelah diteliti secara intensif dan uji karbon dating, dipastikan umurnya lebih tua dari Piramida Giza,” terang Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Andi Arief.
Baik piramida di Gunung Lalakon, Bandung, dan piramida di Desa Saduhurip, Garut, para peneliti arkeologi dan akademisi sepakat semua itu masih dugaan atau bahkan klaim sepihak. Masih banyak pembuktian yang harus ditempuh sebelum positif menyatakan itu piramida, apalagi dikatakan setua Giza yang dibangun jauh sebelum Masehi.
Senin, 02 Januari 2012
Anak Rentan Terinfeksi HIV/AIDS
Kasus HIV/AIDS di Jawa Barat relatif tinggi hingga menempati urutan ketiga setelah Jakarta dan Jawa Timur. Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun rawan terinfeksi penyakit ini. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, dari tahun 1989 sampai September 2011 jumlah kumulatif penderita AIDS dan HIV positif tercatat 3.925 kasus AIDS dan 2.354 kasus HIV.Dari data tersebut, sebanyak 934 kasus AIDS dan 614 kasus HIV adalah perempuan yang juga merupakan calon ibu. Adapun sisanya,2.982 kasus AIDS dan 1.528 kasus HIV dijangkit para lelaki.
Dari 26 kabupaten dan kotamadya yang ada di Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung menempati urutan pertama sebanyak 1.570 kasus AIDS dan 851 kasus HIV. Diikuti Kota Bekasi (581 kasus AIDS dan 154 kasus HIV),Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung, hingga yang terakhir Kota Majalengka dan Kota Banjar.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Dr Hj Alma Luchyati MKes MHKes ”Faktor utama penyebabnya adalah penyalahgunaan obat terlarang dan hubungan seks bebas”. Karena itu, tidak ada cara lain selain bekerja sama dengan berbagai institusi dan sektor swasta guna melakukan intervensi untuk mengoptimal kan upaya pencegahan dan pengobatan pasien HIV/AIDS di Tanah Pasundan ini.
Salah satunya dengan memperluas penyediaan akses layanan pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak (Prevention Mother To Child Transmission/ PMTCT). Program PMTCT ini hasil kolaborasi Dinkes Pemprov Jawa Barat dengan Frisian Flag Indonesia,Komisi Penanggulangan AIDSNasional (KPAN), Perkumpu lan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berkata “Program ini merupakan tindakan pencegahan seperti pemberian obat antiretroviral, persalinan seksio sesarea, asupan gizi yang tepat bagi anak, dan pemeriksaan kesehatan berkala bagi ibu dan anak”. Sementara itu, Dr Bagus Rahman Prabowo, perwakilan WHO Jawa Barat dan Konsultan Ahli Program PMTCT, mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan penularan HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara.
Sebanyak 26.400 orang mengidap AIDS dan lebih dari 66.600 orang telah terinfeksi HIV positif. Bagus menyebutkan, jumlah perempuan yang menderita HIV/AIDS mencapai 88.000, mereka berusia 15 tahun ke atas—berdasarkan data WHO. “Karena itu, perluasan program edukasi dan penanggulangan infeksi HIV/AIDS dari ibu ke anak yang dilakukan secara berkesinambungan, sangat dibutuhkan sebagai salah satu solusi dalam menurunkan risiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak,” kata Bagus.
Angka kejadian HIV/AIDS di kalangan perempuan menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, yaitu 13% pada tahun 2011, 21% pada tahun 2007, dan mencapai 33% pada tahun 2010.Situasi ini menempatkan anak pada posisi rentan dengan HIV/AIDS dari orang tuanya dalam proses persalinan, menyusui, dan melalui media lain seperti transfusi darah.
“Tanpa ada intervensi apa pun,sekitar 15%–30% ibu yang terinfeksi HIV menularkan infeksi HIV selama masa kehamilan dan pada saat proses persalinan,” tutur Dr Nirmala Kesumah MHA, Manajer dan Konselor Klinik Teratai RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Pemberian air susu ibu, lanjutNirmala, jugameningkatkan risiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak sekitar 10-15%.
Dengan begitu,kemungkinan penularan 25%-45%, namun dengan intervensi PMTCT risiko penularan turun menjadi 2 %. Di Klinik Teratai,sejak 2007 telah dilakukan kegiatan active case finding,provider-initiated tesiting & counselling (PITC) dan screening kelompok rentan.
Dari 26 kabupaten dan kotamadya yang ada di Provinsi Jawa Barat, Kota Bandung menempati urutan pertama sebanyak 1.570 kasus AIDS dan 851 kasus HIV. Diikuti Kota Bekasi (581 kasus AIDS dan 154 kasus HIV),Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kabupaten Subang, Kabupaten Bandung, hingga yang terakhir Kota Majalengka dan Kota Banjar.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Dr Hj Alma Luchyati MKes MHKes ”Faktor utama penyebabnya adalah penyalahgunaan obat terlarang dan hubungan seks bebas”. Karena itu, tidak ada cara lain selain bekerja sama dengan berbagai institusi dan sektor swasta guna melakukan intervensi untuk mengoptimal kan upaya pencegahan dan pengobatan pasien HIV/AIDS di Tanah Pasundan ini.
Salah satunya dengan memperluas penyediaan akses layanan pencegahan penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak (Prevention Mother To Child Transmission/ PMTCT). Program PMTCT ini hasil kolaborasi Dinkes Pemprov Jawa Barat dengan Frisian Flag Indonesia,Komisi Penanggulangan AIDSNasional (KPAN), Perkumpu lan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dan Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat berkata “Program ini merupakan tindakan pencegahan seperti pemberian obat antiretroviral, persalinan seksio sesarea, asupan gizi yang tepat bagi anak, dan pemeriksaan kesehatan berkala bagi ibu dan anak”. Sementara itu, Dr Bagus Rahman Prabowo, perwakilan WHO Jawa Barat dan Konsultan Ahli Program PMTCT, mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan penularan HIV/AIDS tercepat di Asia Tenggara.
Sebanyak 26.400 orang mengidap AIDS dan lebih dari 66.600 orang telah terinfeksi HIV positif. Bagus menyebutkan, jumlah perempuan yang menderita HIV/AIDS mencapai 88.000, mereka berusia 15 tahun ke atas—berdasarkan data WHO. “Karena itu, perluasan program edukasi dan penanggulangan infeksi HIV/AIDS dari ibu ke anak yang dilakukan secara berkesinambungan, sangat dibutuhkan sebagai salah satu solusi dalam menurunkan risiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak,” kata Bagus.
Angka kejadian HIV/AIDS di kalangan perempuan menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun, yaitu 13% pada tahun 2011, 21% pada tahun 2007, dan mencapai 33% pada tahun 2010.Situasi ini menempatkan anak pada posisi rentan dengan HIV/AIDS dari orang tuanya dalam proses persalinan, menyusui, dan melalui media lain seperti transfusi darah.
“Tanpa ada intervensi apa pun,sekitar 15%–30% ibu yang terinfeksi HIV menularkan infeksi HIV selama masa kehamilan dan pada saat proses persalinan,” tutur Dr Nirmala Kesumah MHA, Manajer dan Konselor Klinik Teratai RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Pemberian air susu ibu, lanjutNirmala, jugameningkatkan risiko penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak sekitar 10-15%.
Dengan begitu,kemungkinan penularan 25%-45%, namun dengan intervensi PMTCT risiko penularan turun menjadi 2 %. Di Klinik Teratai,sejak 2007 telah dilakukan kegiatan active case finding,provider-initiated tesiting & counselling (PITC) dan screening kelompok rentan.
KAMPUS-KAMPUS PENGGIAT ANTIKORUPSI
Nama : Jullia Van Gobel
NPM : 20109496
Kelas : 3KB01
1) UNIVERSITAS PARAMADINA, JAKARTA.
Kampus ini mungkin yang pertama membuat kurikulum antikorupsi. Semua mahasiswa Universitas Paramadina wajib mengambil mata kuliah tersebut. Kurikulum baru tersebut mulai berjalan pada Juni 2008.
2) UNIVERSITAS INDONESIA (UI).
Kampus terbesar di Indonesia ini telah memiliki mata kuliah sosiologi korupsi. Mata kuliah ini memberi pemahaman mengenai korupsi sebagai masalah sosial. Lingkup pembahasan meliputi pendekatan, studi komparatif korupsi di Asia, dan “gerakan” korupsi di Indonesia.
3) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG (ITB), Bandung, Jawa Barat.
Mata kuliah antikorupsi dijadikan sebagai mata kuliah pilihan, bukan mata kuliah penuh. Menariknya, mata kuliah pilihan ini tidak diujikan, tetapi mahasiswa harus dapat mengerjakan tugas berupa penyusunan penelitian terkait dengan korupsi.
4) UNIVERSITAS GADJAH MADA (UGM), Yogyakarta.
Di sini ada Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat). Ini adalah lembaga di Fakultas Hukum yang peduli dan berperan aktif dalam pengembangan ilmu hukum dan penanggulangan serta pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
5) SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA (STAN).
Kampus di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, ini pernah menggelar Kuliah Akbar Anti Korupsi oleh Spesialisasi Anti Korupsi (SPEAK) pada Januari 2011 lalu. Konsep acara ini adalah training penanaman integritas antikorupsi, berbeda dengan kuliah akbar sebelumnya yang mengusung konsep seminar.
6) UNIVERSITAS PANCA BHAKTI (UPB), Pontianak, Kalimantan Timur.
Kampus ini menerapkan pendidikan integritas tentang korupsi. Pendidikan integritas adalah pendidikan yang mengedepankan pembangunan karakter.
7) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN), Tulungagung, Jawa Timur.
Pendidikan antikorupsi akan dimasukkan menjadi salah satu mata kuliah wajib. Tekadnya, kampus ini akan menjadi satu-satunya perguruan tinggi di Tulungagung yang memiliki visi untuk membangun generasi yang bermental antikorupsi.
8) IT TELKOM
Kampus ini pernah menggelar Seminar Anti Korupsi yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IT Telkom. Seminar yang mengusung tema “Harmoni Pemuda, Hentakan Bersama untuk Indonesia” itu menghadirkan pejabat KPK dan beberapa tokoh lintas agama.
NPM : 20109496
Kelas : 3KB01
1) UNIVERSITAS PARAMADINA, JAKARTA.
Kampus ini mungkin yang pertama membuat kurikulum antikorupsi. Semua mahasiswa Universitas Paramadina wajib mengambil mata kuliah tersebut. Kurikulum baru tersebut mulai berjalan pada Juni 2008.
2) UNIVERSITAS INDONESIA (UI).
Kampus terbesar di Indonesia ini telah memiliki mata kuliah sosiologi korupsi. Mata kuliah ini memberi pemahaman mengenai korupsi sebagai masalah sosial. Lingkup pembahasan meliputi pendekatan, studi komparatif korupsi di Asia, dan “gerakan” korupsi di Indonesia.
3) INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG (ITB), Bandung, Jawa Barat.
Mata kuliah antikorupsi dijadikan sebagai mata kuliah pilihan, bukan mata kuliah penuh. Menariknya, mata kuliah pilihan ini tidak diujikan, tetapi mahasiswa harus dapat mengerjakan tugas berupa penyusunan penelitian terkait dengan korupsi.
4) UNIVERSITAS GADJAH MADA (UGM), Yogyakarta.
Di sini ada Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat). Ini adalah lembaga di Fakultas Hukum yang peduli dan berperan aktif dalam pengembangan ilmu hukum dan penanggulangan serta pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
5) SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA (STAN).
Kampus di Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, ini pernah menggelar Kuliah Akbar Anti Korupsi oleh Spesialisasi Anti Korupsi (SPEAK) pada Januari 2011 lalu. Konsep acara ini adalah training penanaman integritas antikorupsi, berbeda dengan kuliah akbar sebelumnya yang mengusung konsep seminar.
6) UNIVERSITAS PANCA BHAKTI (UPB), Pontianak, Kalimantan Timur.
Kampus ini menerapkan pendidikan integritas tentang korupsi. Pendidikan integritas adalah pendidikan yang mengedepankan pembangunan karakter.
7) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN), Tulungagung, Jawa Timur.
Pendidikan antikorupsi akan dimasukkan menjadi salah satu mata kuliah wajib. Tekadnya, kampus ini akan menjadi satu-satunya perguruan tinggi di Tulungagung yang memiliki visi untuk membangun generasi yang bermental antikorupsi.
8) IT TELKOM
Kampus ini pernah menggelar Seminar Anti Korupsi yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) IT Telkom. Seminar yang mengusung tema “Harmoni Pemuda, Hentakan Bersama untuk Indonesia” itu menghadirkan pejabat KPK dan beberapa tokoh lintas agama.
Kasus Di Mesuji
Nama : Jullia Van Gobel
NPM : 20109496
Kelas : 3KB01
Ada Patgulipat Saat Pembebasan Lahan di Mesuji
Konflik warga tiga desa di Mesuji, Lampung, dengan polisi pada 10 November lalu diyakini merupakan buntut persoalan. Akar persoalan sebenarnya ada pada sengketa lahan antara warga di tiga desa itu, yakni Sritanjung, Kagungan Dalam, dan Nipah Kuning, dengan perusahaan sejak 1994. Pejabat Lampung Utara bersama PT Barat Selatan Makmur Investindo yang beroperasi di sana, dituding curang dalam membebaskan lahan warga.
Sebuah dokumen menunjukkan bahwa penerima ganti rugi di wilayah Kagungan Dalam, nomor urut 47 hingga 56 diisi pejabat Lampung Utara ketika itu. Nama Santori Hasan tertera di nomor 56. Dokumen itu tak bertanggal, tapi diperkirakan dibikin pada 1994-1996, ketika Santori masih menjabat Sekretaris Daerah Lampung Utara--ia ditunjuk menjadi Bupati Tulang Bawang pada 1997. Meski di urutan 56, Santori diduga menerima ganti rugi terbesar, yakni Rp 3,077 miliar, setelah melepas lahan seluas 2.897,985 hektare.
Di atas Santori, dari nomor 47 hingga 55, secara berturut-turut terdapat nama M. Syaifullah A., Mulki Adewie, Suhatman, Ismail Yazid, Mulyadi, Saleh Mulyono, Dahri Djayaputra, Maderoni, dan Sukarlan H.S. Berdasarkan penelusuran, M. Syaifullah A. atau M. Syaifullah Achry adalah Kepala Kantor Pertanahan Lampung Utara ketika itu. Saleh Mulyono menjabat Camat Mesuji. Maderoni adalah Kepala Desa Kagungan Dalam. Sedangkan Sukarlan H.S. menjabat Asisten I Sekretaris Wilayah Kabupaten Lampung Utara.
Secara berturut-turut pula mereka masing-masing diduga menerima ganti rugi yang besarnya sama: Rp 181,6 juta. uang itu mereka terima setelah melepas lahan yang luasnya persis sama pula, 171,035 hektare. Dijumlahkan dengan luas lahan yang dilepas Santori, luas lahan penerima ganti rugi nomor urut 47 hingga 56 mencapai 4.268,785 hektare. Namun Santori membantah pernah menerima uang dari pembebasan lahan itu. Selain itu, PT Barat Selatan lewat penasihatnya, Mayor Jenderal (Purnawirawan) Ali Fathan, juga membantah ada kecurangan dalam pembebasan lahan.
NPM : 20109496
Kelas : 3KB01
Ada Patgulipat Saat Pembebasan Lahan di Mesuji
Konflik warga tiga desa di Mesuji, Lampung, dengan polisi pada 10 November lalu diyakini merupakan buntut persoalan. Akar persoalan sebenarnya ada pada sengketa lahan antara warga di tiga desa itu, yakni Sritanjung, Kagungan Dalam, dan Nipah Kuning, dengan perusahaan sejak 1994. Pejabat Lampung Utara bersama PT Barat Selatan Makmur Investindo yang beroperasi di sana, dituding curang dalam membebaskan lahan warga.
Sebuah dokumen menunjukkan bahwa penerima ganti rugi di wilayah Kagungan Dalam, nomor urut 47 hingga 56 diisi pejabat Lampung Utara ketika itu. Nama Santori Hasan tertera di nomor 56. Dokumen itu tak bertanggal, tapi diperkirakan dibikin pada 1994-1996, ketika Santori masih menjabat Sekretaris Daerah Lampung Utara--ia ditunjuk menjadi Bupati Tulang Bawang pada 1997. Meski di urutan 56, Santori diduga menerima ganti rugi terbesar, yakni Rp 3,077 miliar, setelah melepas lahan seluas 2.897,985 hektare.
Di atas Santori, dari nomor 47 hingga 55, secara berturut-turut terdapat nama M. Syaifullah A., Mulki Adewie, Suhatman, Ismail Yazid, Mulyadi, Saleh Mulyono, Dahri Djayaputra, Maderoni, dan Sukarlan H.S. Berdasarkan penelusuran, M. Syaifullah A. atau M. Syaifullah Achry adalah Kepala Kantor Pertanahan Lampung Utara ketika itu. Saleh Mulyono menjabat Camat Mesuji. Maderoni adalah Kepala Desa Kagungan Dalam. Sedangkan Sukarlan H.S. menjabat Asisten I Sekretaris Wilayah Kabupaten Lampung Utara.
Secara berturut-turut pula mereka masing-masing diduga menerima ganti rugi yang besarnya sama: Rp 181,6 juta. uang itu mereka terima setelah melepas lahan yang luasnya persis sama pula, 171,035 hektare. Dijumlahkan dengan luas lahan yang dilepas Santori, luas lahan penerima ganti rugi nomor urut 47 hingga 56 mencapai 4.268,785 hektare. Namun Santori membantah pernah menerima uang dari pembebasan lahan itu. Selain itu, PT Barat Selatan lewat penasihatnya, Mayor Jenderal (Purnawirawan) Ali Fathan, juga membantah ada kecurangan dalam pembebasan lahan.
Atlet ParaGames
Nama : Jullia Van Gobel
NPM : 20109496
Kelas : 3KB01
Fisik Tak Menghambat Prestasi
Meskipun glamor multievent ASEAN Paragames tidak sehebat SEA Games, namun atlet difabel Indonesia telah mengharumkan Merah Putih saat berlaga di ASEAN Paragames VI/2011,Solo,Jawa Tengah,15–20 Desember 2011. Itu dibuktikan atlet-atlet Merah Putih dengan menduduki runner-up setelah mengoleksi 113 medali emas,108 perak,dan 89 perunggu. Pencapaian itu merupakan terobosan meski belum berhasil menaklukkan dominasi Thailand yang tampil sebagai juara umum dengan membawa pulang 123 medali emas,96 perak,dan 73 perunggu. Prestasi itu patut disyukuri karena atletatlet Indonesia telah berjuang keras memberikan yang terbaik,termasuk atlet difabel Indonesia di ASEAN Paragames tahun ini.
Dalam kondisi serbake kurangan itu, tak menghambat semangat para alet untuk bertarung di medan laga. Hasilnya luar biasa, Indonesia meraih prestasi terbaik di ASEAN Paragames sejak digulirkan pertama kali di Kuala Lumpur, Malaysia,2001.Merah Putih sebelumnya bercokol di peringkat 4 ASEAN Paragames III/2005,Manila,Filipina,dengan perolehan 30 medali emas,26 perak,dan 20 perunggu. Peringkat 4 ASEAN Paragames IV/2008, Nakhon Ratchasima,Thailand,setelah mengumpulkan 33 medali emas,25 perak, dan 18 perunggu.Posisi sama diraih Indonesia saat berlaga di ASEAN Paragames V/2009, Kuala Lumpur,Malaysia,dengan torehan 29 medali emas,25 perak,19 perunggu. Jika mengacu hasil di ASEAN Paragames dua tahun lalu,pencapaian medali Indonesia saat ini melonjak hampir 400%.
Prestasi itu jelas mengundang apresiasi pemerintah dengan memberikan bonus senilai Rp50 juta kepada peraih emas,Rp20 juta untuk peraih perak,dan peraih perunggu Rp10 juta.Tidak ketinggalan para pelatih yang mengantarkan atletnya meraih emas diberi penghargaan senilai Rp10 juta, perak Rp5juta, dan perunggu Rp2,5juta.
Akan tetapi, prestasi gemilang atlet-atlet difabel Indonesia bukan lantaran Indonesia berstatus tuan rumah ASEAN Paragames kali ini,tapi lebih pada keinginan mereka menunjukkan jati diri tak mau kalah dengan manusia normal dalam segi fisik. Mereka membuktikan kegigihan itu selama bertarung selama lima hari di Solo.Bahkan, di cabang olahraga (cabor) renang,atlet difabel Indonesia menorehkan tujuh rekor baru.
Mereka terlihat energik di saat dihadang kekurangan fisik. Itu membuktikan mereka tak mau menyerah dengan ketangguhan atlet-atlet Thailand yang telah meraih juara umum sejak ASEAN Paragames II/2003,Hanoi, Vietnam.Terbukti,Indonesia hanya tertinggal 10 medali emas dari duta Negeri Gajah Putih tahun ini.Itu membuktikan kualitas atlet difabel Indonesia bisa bersaing saat mengikuti ASEAN Paragames VII/2013, Naypyidaw, Myanmar.
NPM : 20109496
Kelas : 3KB01
Fisik Tak Menghambat Prestasi
Meskipun glamor multievent ASEAN Paragames tidak sehebat SEA Games, namun atlet difabel Indonesia telah mengharumkan Merah Putih saat berlaga di ASEAN Paragames VI/2011,Solo,Jawa Tengah,15–20 Desember 2011. Itu dibuktikan atlet-atlet Merah Putih dengan menduduki runner-up setelah mengoleksi 113 medali emas,108 perak,dan 89 perunggu. Pencapaian itu merupakan terobosan meski belum berhasil menaklukkan dominasi Thailand yang tampil sebagai juara umum dengan membawa pulang 123 medali emas,96 perak,dan 73 perunggu. Prestasi itu patut disyukuri karena atletatlet Indonesia telah berjuang keras memberikan yang terbaik,termasuk atlet difabel Indonesia di ASEAN Paragames tahun ini.
Dalam kondisi serbake kurangan itu, tak menghambat semangat para alet untuk bertarung di medan laga. Hasilnya luar biasa, Indonesia meraih prestasi terbaik di ASEAN Paragames sejak digulirkan pertama kali di Kuala Lumpur, Malaysia,2001.Merah Putih sebelumnya bercokol di peringkat 4 ASEAN Paragames III/2005,Manila,Filipina,dengan perolehan 30 medali emas,26 perak,dan 20 perunggu. Peringkat 4 ASEAN Paragames IV/2008, Nakhon Ratchasima,Thailand,setelah mengumpulkan 33 medali emas,25 perak, dan 18 perunggu.Posisi sama diraih Indonesia saat berlaga di ASEAN Paragames V/2009, Kuala Lumpur,Malaysia,dengan torehan 29 medali emas,25 perak,19 perunggu. Jika mengacu hasil di ASEAN Paragames dua tahun lalu,pencapaian medali Indonesia saat ini melonjak hampir 400%.
Prestasi itu jelas mengundang apresiasi pemerintah dengan memberikan bonus senilai Rp50 juta kepada peraih emas,Rp20 juta untuk peraih perak,dan peraih perunggu Rp10 juta.Tidak ketinggalan para pelatih yang mengantarkan atletnya meraih emas diberi penghargaan senilai Rp10 juta, perak Rp5juta, dan perunggu Rp2,5juta.
Akan tetapi, prestasi gemilang atlet-atlet difabel Indonesia bukan lantaran Indonesia berstatus tuan rumah ASEAN Paragames kali ini,tapi lebih pada keinginan mereka menunjukkan jati diri tak mau kalah dengan manusia normal dalam segi fisik. Mereka membuktikan kegigihan itu selama bertarung selama lima hari di Solo.Bahkan, di cabang olahraga (cabor) renang,atlet difabel Indonesia menorehkan tujuh rekor baru.
Mereka terlihat energik di saat dihadang kekurangan fisik. Itu membuktikan mereka tak mau menyerah dengan ketangguhan atlet-atlet Thailand yang telah meraih juara umum sejak ASEAN Paragames II/2003,Hanoi, Vietnam.Terbukti,Indonesia hanya tertinggal 10 medali emas dari duta Negeri Gajah Putih tahun ini.Itu membuktikan kualitas atlet difabel Indonesia bisa bersaing saat mengikuti ASEAN Paragames VII/2013, Naypyidaw, Myanmar.
Langganan:
Postingan (Atom)